Senin, 27 Agustus 2012

           Membenahi Badan Pembinaan Pendidikan Dayah

Oleh Teuku Zulkhairi, S.Pd.I, MA 

Dalam perjalanan sejarah, lembaga pendidikan dayah di Aceh terbukti tahan zaman. Dayah terus eksis dengan atau tanpa bantuan dari pemerintah. Tercatat dalam sejarah bahwa dayah adalah lembaga pendidikan tertua di nusantara. Dayah di Aceh terus menyesuaikan dirinya dengan perkembangan zaman meskipun dihadapkan pada kendala-kendala di lapangan. Itu artinya lembaga pendidikan dayah merupakan lembaga pendidikan yang mandiri dan mampu menghadapi berbagai macam tantangan-tantangan.
Salah satu hal yang menggemberikan dunia pendidikan dayah di Aceh dewasa ini adalah hadirnya Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh yang lahir lewat Qanun no 5 tahun 2008. Badan ini diharapkan mempercepat pembangunan lembaga pendidikan dayah menuju arah yang dicita-citakan bersama. BPPD adalah kunci sukses pembangunan dayah oleh pemerintah. Maka BPPD harus benar-benar dimaksimalkan untuk kemajuan pendidikan dayah di Aceh. 

Secara umum, tujuan pemerintah dan para ulama mendirikan BPPD adalah untuk pemberdayaan dayah secara maksimal, dari aspek administrasi, kualitas, manajemen maupun dana. Jika demikian, seharusnya dengan adanya BPPD maka dayah-dayah di Aceh akan semakin kuat bidang dana, administrasi, manajemen maupun secara kualitas. Lalu kenyataan sekarang bagaimana? Untuk menjawab pertanyaan ini secara tuntas memang harus dilakukan penelitian secara mendalam. Dan lewat makalah ini penulis akan mengupas sedikit fenomena ketimpangan krusial di BPPD yang harus segera dibenahi demi susksesnya agenda memajukan pendidikan dayah di Aceh. 

Kondisi Kekinian 

Dari berbagai diskusi yang kami adakan serta dari amatan penulis sendiri, BPPD memiliki catatan krusial yang harus segera dibenahi. Pertama, BPPD belum melayani dayah dengan ikhlas tanpa pamrih. Saya pernah mendengar banyak keluhan pihak dayah yang bantuan untuk dayah disunat oleh personil-personil di BPPD. Misalnya seperti bantuan untuk dayah dari dana aspirasi anggota dewan. Kedua, BPPD belum dibentuk di setiap kabupaten. Ini akan menyulitkan kalangan dayah karena tentu akan sangat merepotkan kalangan dayah jika semua urusan dayah harus dibawa ke Banda Aceh. 

Ketiga, pegawai BPPD masih kurang kapasitasnya. Dalam catatan kami, banyak tenaga survey yang memferifikasi dayah dari BPPD tidak memahami tentang dayah. Begitu juga, pegawai-pegawai di BPPD yang banyak diantaranya adalah pegawai pindahan dari dinas/instansi lain tanpa target yang jelas untuk berfikir bagi kemajuan dayah. Mereka membawa semangat lama di tempat bekerja sebelumnya. Ini menyebabkan ide-ide pembangunan dayah sulit diterima kalangan dayah. Idealnya pegawai-pegawai di BPPD adalah tenaga-tenaga pilihan yang memahami dayah dan memiliki konsep pembangunan dayah. Mereka harus menjemput data-data dayah ke lokasi, seperti data-data dayah dan balai pengajian yang aktif untuk diberikan bantuan. Jangan justru menunggu proposal di kantor. Pegawai BPPD juga harus Islami, seperti pegawai perempuan, harus menjaga etika dan kesopanan dalam berbusana karena yang mereka layani adalah ulama-ulama dan teungku-teungku yang tidak lain adalah panutan masyarakat di daerahnya. 

Keempat, tidak ada staff ahli yang menjadi thinktank pembangunan dayah. Efeknya, menurut pengakuan salah satu anggota Bappeda dalam suatu acara diskusi penysunan RPJM Aceh 2012-2017 di Bappeda bulan lalu, Renstra BPPD hanya copypaste dari Rentsra Dinas Pendidikan Aceh. Ini tentu sesuatu yang sangat memalukan dan merugikan dayah-dayah di Aceh. Kelima, BPPD belum mampu menjalain relasi dan kerjasama yang baik dengan Ormas-ormas berbasis santri dalam upaya memajukan kualitas santri dayah. Padahal, kerjasama ini akan memperkuat posisi BPPD dalam meningkatkan kapasitas santri dayah dalam berbagai aspek keilmuan kontemporer, karena tentu saja BPPD tidak bisa meng-heandle semua agenda pembangunan dayah. 

Kondisi Ideal 
Semua catatan-catatan di atas tidak terlepas dari visi dan misi seorang pimpinan. Maka, jika memang pemerintah Aceh serius ingin membangun lembaga pendidikan dayah menuju kejayaannya, membenahi BPPD adalah hal yang mutlak dan mendesak. BPPD idealnya mampu melayani dayah-dayah di Aceh dengan ikhlas, kualitasnya pelayanan dan stafnya yang memiliki kapasitas. Mampu membangun komunikasi dengan seluruh Organisasi santri atau yang berbasis santri dalam upaya sharing ide-ide pembangun dayah. BPPD juga harus diisi oleh orang-orang yang mengerti tentang dayah dan memiliki konsep pembangunannya.  

Dan yang pertama harus dilakukan adalah memilih Kepala BPPD yang memiliki kapasitas, memahami tentang dayah dan memiliki konsep pembangunannya. Kepala BPPD tidak boleh seorang birokrat murni yang menjadikan program pembangunan dayah sekedar sebagai proyek-proyek rutinitas untuk menghabiskan anggaran tahunan saja, tapi juga seorang pemikir, konseptor. Jika catatan-catatan di atas tidak segera dibenahi, kami khawatir suatu saat image dayah akan tercoreng. Sebab, dengan alasan berbagai bantuan sudah diberikan pemerintah untuk dayah, sebagian orang pasti akan berfikir kenapa dayah tidak juga maju. Maka membenahi BPPD adalah kunci suksesnya pembangunan dayah. 

Rekomendasi Arah Kebijakan 

1. Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) yang akan diangkat oleh Gubernur dan wakil Gubernur Aceh yang baru harus memiliki kapasitas, memahami pendidikan secara umum dan pendidikan dayah secara khusus. 

2. Ulama harus diberikan peran dalam mengawal dan mengontrol kinerja BPPD. 

3. BPPD harus menjalin kerjasama dengan Organisasi santri atau yang berbasis santri dalam upaya mencari format ideal peningkatkan kualitas santri dayah di Aceh. 

4. BPPD harus melayani dayah dengan jalan menjemput data dayah ke lapangan dan mengumumkannya di media massa, sehingga dayah-dayah yang belum dimasukkan bisa terbaca oleh public, begitu juga dayah-dayah fiktif niscaya juga akan terdeteksi. 

5. BPPD harus diisi oleh pegawai-pegawai yang sopan santun, berbusana Islami, memiliki kapasitas, memahami tentang pendidikan 
6. Kinerja BPPD harus senantiasa di evaluasi oleh lembaga independen yang berbasis dayah atau oleh organisasi santri dayah 





Penulis adalah Ketua Dept. Riset dan Pengembangan Organisasi Rabithah Thaliban Aceh (RTA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar